Friday, September 24, 2010

Asah Pribadi Melalui Wawasan Kebangsaan

(Diterbitkan di Koran Tempo, Jumat 24 September 2010 – Advertorial; Klien : Universitas Krida Wacana (Ukrida) Jakarta)


Seminar mahasiswa yang menghadirkan pembicara dari para pakar, guna membangun proses diskusi, pola pikir dan kepribadian.


Rabu 22 September lalu, Aula Pertemuan Kampus II Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) dipadati mahasiswa. Mereka tidak hanya mengikuti seminar bertema “Wawasan Kebangsaan” karena mata kuliah wajib bagi mahasiswa baru.

Kehadiran Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno bagai magnit pemberi semangat mahasiswa untuk bertanya dan melontarkan pernyataan. Dalam sesi selama 1 jam lebih, tokoh Katolik dan budayawan Indonesia menyampaikan kuliah dalam tema “Nasionalisme Indonesia Masa Depan”.

Rasa nasionalisme dan kebangsaan Indonesia bukan terdapat dalam kesamaan budaya, agama atau letak geografis. Melainkan tekad bersama untuk membangun Indonesia dengan membangun kebangsaan (nation building).

Kita bisa lihat contoh bentuk rasa nasionalisme muncul ketika terjadi perseteruan batas antara Indonesia dan Malaysia belum lama ini.

Padahal tantangan persatuan bangsa saat ini berupa intoleransi dan kepicikan yang makin meluas, kemiskinan dan korupsi. Romo Magnis menyebutkan di era demokrasi yang muncul pasca reformasi 12 tahun lalu justru muncul kecurigaan antar umat beragama, intoleransi terhadap minoritas dan kebrutalan terhadap umat beragama.

“Kemudian ancaman terbesar dihadapi negara kita adalah korupsi. Ini membahayakan substansi moral, sosial dan kompetensi kita miliki. Orang menjadi tidak jujur dan tidak bertanggungjawab. Ia tidak mempedulikan kualitas output akan tetapi hanya mengejar keuntungan pribadi,” kata Romo Magnis dalam presentasinya.

Dalam jangka panjang ketidakpuasan terhadap korupsi bisa membuka kesempatan masuknya tawaran ajaran Indonesia baru yang justru tidak terbuka dan tidak demokratis. Sehingga Romo Magnis menegaskan bangsa yang tidak jujur tidak bisa maju.

Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di depan para anak kuliah yang notabene generasi masa depan, menyatakan pola hidup konsumerisme, hedonisme, golput dan fanatik bisa menjadi ancaman yang menyeret generasi muda ke dalam korupsi, intoleransi dan kemiskinan.  

“Menjadi fanatik akan membawa sikap diri mutlak benar. Akibatnya kita menjadi bangsa yang hanya mau mengajar tanpa mau belajar,” ujarnya.

Romo Magnis pada bagian penutup berpesan agar anak muda membangun solidaritas, membela pluralisme, mensukseskan demokrasi dan berantas korupsi.

Wawasan kebangsaan merupakan salah satu cara membangun cinta tanah air yang memiliki definisi sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang didasari oleh falsafah, cita-cita, dan tujuan nasional. Di perguruan tinggi pemahaman ini diberikan melalui mata kuliah Kewiraan yang menjadi salah satu mata kuliah dasar di perguruan tinggi.

“Kami memang mengubah rangkaian sistem pembelajaran Mata Kuliah Dasar Umum yang sekarang disebut sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, supaya tidak hanya teori, tapi lebih hidup, lebih inspiratif, dengan cara mahasiswa langsung mendengar dari pakarnya,”  jelas Wakil Rektor III Ukrida, Evans Garey, SPsi., M.Si., tentang acara seminar.

Misalnya setelah mendengarkan presentasi dari Romo Magnis tentang kebangsaan di dalam seminar, mahasiswa bisa membahas topik ini dalam bentuk diskusi di kelas. “Mata kuliah ini menjadi lebih mengena kedalam diri mahasiswa, sehingga mendukung dalam proses pembentukan kepribadian mereka,” katanya.

Cara ini mulai diterapkan Ukrida mulai tahun ajaran ini (2010/2011) kepada mahasiswa baru yang terdiri dari fakultas Kedokteran, Ekonomi, Teknik, Teknologi Informasi dan Psikologi. (Inforial)