Belajar di fakultas Teknologi Informasi membuka peluang menjadi profesional, peneliti atau wirausaha. Lalu perdalam ilmu melalui seminar, pelatihan atau pascasarjana.
Tahun lalu Indonesia berada di posisi kelima terbesar pengguna internet di Asia . Menurut data Internet World Stats (2009) Indonesia mempunyai 30 juta pengguna internet, dan berada di bawah Cina, Jepang, India, dan Korsel.
Angka ini meningkat 12,5 persen dibandingkan tahun 2000, sekaligus menunjukkan tingkat penetrasi dan pengguna internet di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun peningkatan pengguna ini juga membawa konsekuensi keamanan.
Semakin sering mengakses jaringan internet maka memperbesar resiko terpapar bahaya serangan malicious software atau malware. Malware atau perangkat perusak, adalah perangkat lunak yang diciptakan untuk menyusup atau merusak sistem atau jaringan komputer tanpa izin pemilik. Virus komputer salah satu contoh malware.
Kedepan semakin perlu kepedulian terhadap keamanan jaringan. Paparan virus merusak data pada dokumen perusahaan, membuat pengguna komputer merasa terganggu, atau tidak menimbulkan efek akan tetapi berpotensi menyebar ke komputer lain.
Aktivitas menganalisis, mengetahui kelemahan sekaligus mencari cara mengamankan akses data membuka peluang profesi di bidang keamanan jaringan. Swiss German University (SGU) bakal menggelar workshop bertujuan membangun kepedulian sekaligus sosialisasi pentingnya riset di bidang malware.
Kegiatan bertajuk “Academy CERT Meeting” pada 17 Juli ini diselenggarakan bersama JPCERT CC (Japan Computer Emergency Response Team Coordination Center), Id-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure), dan EC-Council (International Council of E-Commerce Consultants).
“Universitas bisa menjadi lembaga riset dengan mengedepankan independensi penelitian, sekaligus menjawab ketergantungan terhadap antivirus luar negeri karena sejauh ini antivirus buatan lokal masih minim,” kata Head of Information System Services Department SGU, Charles Lim di Serpong awal pekan lalu.
Empat hari kemudian juga akan melangsungkan SGU MIT Seminar in IT Governance and Information Security Governance. “Seminar itu membuka wawasan praktisi atau peminat bahwa perlu ada sebuah tata kelola yang menjembatani antara dunia bisnis dengan teknologi informasi, dimana ada resiko-resiko yang timbul akibat implementasi teknologi informasi di perusahaan,” kata Heru P. Ipung, MIT Coordinator dan FIT Lecturer SGU pada kesempatan sama.
Keahlian khusus tentu dilandasi oleh pengetahuan dasar yang kuat. Perguruan tinggi dan dosen bertanggungjawab mengarahkan dan memberi landasan yang baik untuk mahasiswa berkembang sesuai minat karir.
Coordinator of IT Department Faculty of Information Technology SGU, James Purnama mengatakan mahasiswa Teknologi Informasi berpeluang untuk menjadi peneliti, profesional perusahaan atau wirausaha.
”Program studi IT di kampus kami mempelajari tentang jaringan (network) dan software engineering. Lalu konsentrasi kami pada perangkat lunak berbasis open source, dan kompetensi ke arah aplikasi bergerak seperti BlackBerry, iPhone atau sistem aplikasi berbasis android,” kata James seraya menambahkan ini sejalan dengan masa depan TI yang mengarah pada embedded system.
SGU memiliki dua program studi undergraduate atau setara sarjana S-1 di bidang Information Technology (IT) masing-masing Information and Communication Technology (ICT) dan Information Systems (IS). Sedangkan untuk program pascasarjana ada dua pilihan konsentrasi, yaitu IT Security and Hacking Forensics dan IT Governance and Enterprise Architecture. Program sarjana maupun pascasarjana bekerjasama dengan asosiasi IT Profesional di bidangnya, yaitu EC-Council dan IASA. (DEWI RETNO)
No comments:
Post a Comment